Pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi medis yang merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang karena membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Reaksi fisiologis berkaitan langsung dengan tindakan bedah itu sendiri, sedangkan reaksi psikologis meskipun tidak berkaitan langsung dengan tindakan bedah namun sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembedahan karena da-pat memicu respon yang lebih besar.
Pada dasarnya pembedahan merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neuroendokrin. Respon terdiri dari sistem saraf simpathi dan respon hormon yang ber-fungsi melindungi tubuh dari ancaman didera. Respon sistem saraf simpathi dengan vaso-konstriksi berguna untuk mempertahankan tekanan darah agar cukup aliran darah ke jantung dan otak. Kenaikan kardiak output dan pengurangan aktifitas gastrointestinal berguna untuk mempertahankan tekanan darah, namun memiliki efek negatif anoreksia, nyeri akibat gas dan konstipasi. Pada respon hormonal, peningkatan sekresi glucocorticoid (cortex adrenal) menyebabkan retensi sodium untuk peningkatan volume darah: katabolisme protein dan lemak untuk penyembuhan menyebabkan peningkatan energi, tersedianya asam smino sehingga efek negatifnya menyebabkan kehilangan potassium dan penurunan berat badan. Kenaikan produksi trombosit berguna untuk mencegah perdarahan melalui pembekuan, namun efek negatifnya menyebabkan penurunan berat badan, kemungkinan pemben-tukan thrombus, kenaikan sekresi ADH menyebabkan peningkatan volume darah, namun bisa memungkinkan kelebihan cairan.
Pada klien lanjut usia, kemampuan mentolerir bedah tergantung pada luasnya perubahan fisiologi yang terjadi akibat proses usia, lamanya prosedur bedah dan terdapatnya satu atau lebih penyakit menahun. Perubahan-perubahan fisiologis pada lansia yang mempengaruhi proses bedah adalah cardiovasculer, renal, pulmonari dan muskuloskeletal. Kecepatan jantung yang lebih lamban bisa menyebabkan shock, infeksi luka dan thrombo-phlebitis. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan respon terlambat terhadap anestesi serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Fungsi respiratori yang menurun menye-babkan atelektasis dan pneumonia. Mobilitas yang berkurang juga bisa menimbulkan atelektasis, pneumonia, thrombophlebitis serta konstipasi.
Respon psikologi seseorang terhadap pembedahan berbeda-beda. Pandangan bahwa pembedahan akan menimbulkan kerusakan pada bagian tubuh tertentu serta nyeri yang hebat menyebabkan klien pada umumnya merasa takut atau cemas terhadap sesuatu yang belum pasti. Disinilah fungsi perawat untuk lebih sensitif terhadap kebutuhan psikologis pasien yang akan menjalani operasi.
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi. Aspek yang paling penting pada periode ini adalah pendidikan kesehatan tentang hal-hal yang patut ia ketahui sebagai persiapan seperti persetujuan operasi sebagai syarat administratif maupun persiapan-persiapan menjelang operasi seperti puasa, bercukur, mandi, keramas, dll. Selain itu kesiapan yang tak kalah pentingnya adalah penyuluhan tentang peristiwa yang akan datang, latihan-latihan yang diperlukan pada periode pasca bedah guna mencegah komplikasi serta pengkajian sebelum penyuluhan tentang apa yang diketahui klien tentang tujuan bedah serta semua prosedur rutin, baik pra maupun
pasca bedah.
Pada periode intra operatif, tugas utama perawat adalah membantu/ bekerjasama dengan tim dalam pelaksanaan operasi. Sedang pada periode post ope-ratif, tugas perawat adalah membantu klien dalam pemulihan setelah pembiusan, mempertahankan sistem tubuh berjalan baik, mencegah komplikasi pasca operasi dan mencegah ketidaknyamanan.
1. PRE OPERATIF FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
a. Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi klien dari pelimpahan wewenang pembedahan dan melindungi ahli bedah dan rumah sakit terhadap pengaduan yang tidak disertai wewenang atau klien tidak menyadari resiko yang menyertai.
b. Pengkajian FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
Yang perlu dikaji adalah pengetahuan klien tentang:
- Tujuan pembedahan, prosedur pra dan post operasi.
- Latihan-latihan yang diperlukan pada post operasi guna mencegah kom-plikasi.
- Peristiwa yang akan datang.
2. KESIAPAN PSIKOLOGIS TERHADAP PEMBEDAHAN FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
Kecemasan yang berat akan mempengaruhi hipotalamus dan menimbulkan dua me-kanisme yang berbeda. Impuls pertama disponsori oleh sistem saraf simpatis yang akan mempengaruhi medula adrenal dalam memproduksi epinephrin dan nor epinephrin. Dalam keadaan normal, kedua substansi ini akan memberikan sirkulasi darah yang adekuat sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit terjaga, suhu tubuh stabil sehingga energi terpenuhi. Tetapi jika produksinya patologis akan meningkatkan rate dan kontraksi jantung, dilatasi pupil, penurunan motilitas GI tract hingga terjadi glikogenolisis dan gluko-neogenesis di hepar. Sedangkan mekanisme kedua akan mempengaruhi kelenjar hipofise anterior sehingga merangsang produksi hormon adrenokortikosteroid yaitu aldosteron dan glukokortikoid. Aldosteron berperan dalam mem-pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, reabsorbsi air dan natrium. Glukokortikoid menyediakan energi pada kondisi emergensi dan penyembuhan jaringan.
Kecemasan dapat timbul karena kesiapan psikologis terhadap pembedahan belum terjadi. Tanda-tanda fisiologis yang penting dalam indikasi cemas adalah:
- Kulit : pucat, lembab.
- Pupil : dilatasi.
- Respirasi : lebih dalam.
- Nadi : ritme dan kekuatan meningkat.
- Temperatur: sedikit meningkat.
- GI : anorexia, nausea.
- Motorik : gelisah, gerakan stereotypi, immobilitas (stress berat).
- Perilaku : rentang perhatian berkurang, kemampuan mengikuti pe-rintah menurun.
- Interaksi: bertanya terus, pengungkapan negatif.
3. KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI
Data mengenai penginderaan dan bahasa menunjukkan kemampuan klien untuk mengerti petunjuk-petunjuk dan kemampuan menerima pengalamam perioperatif.
4. OKSIGENASI
Adanya riwayat gangguan respirasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan mengembangkan paru-paru serta potensial atelektasis atau pneumonia pasca bedah. Riwayat gangguan vaskuler berpengaruh terhadap gangguan suplay O2 pasca bedah.
5. NUTRISI
Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat dihitung dari rasio tinggi badan dan berat badan. Defisiensi nutrisi harus dicegah. Intake diit yang tidak adekuat, mual, anoreksia dan kondisi oral jelek akan mempengaruhi intake nutrisi sebelum operasi dan merupakan faktor yang harus dipertim-bangkan pada periode pasca bedah.
6. ELIMINASI
Mobilitas dan ambulatori merupakan kegiatan penting pasca bedah untuk men-cegah komplikasi. Kurang kegiatan menyebabkan konstipasi pasca bedah, terutama bila memiliki riwayat konstipasi kronis.
7. AKTIFITAS
Kemampuan bergerak dan berjalan pada pasca bedah akan menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada gerakan yang mak-simum.
8. KENYAMANAN
Kegiatan rutin ataupun prosedur tertentu perlu dijelaskan kepada klien demi mencegah salah pengertian, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan me-ngurangi kecemasan.
Pada periode intra operatif, pengkajian difokuskan pada perubahan hemodinamik, ke-amanan dan keselamatan, pengaturan posisi serta koordinasi kesiapan proses pembe-dahan. Tindakan keperawatan yang harus dilakukan:
1. Pengelolaan keamanan dan keselamatan fisik.
- Jaminan perhitungan kassa, jarum, instrumen harus cocok untuk pemakaian.
- Mengatur posisi klien:
a. Posisi fungsional.
b. Membuka daerah operasi.
c. Mempertahankan posisi selama prosedur.
- Memasang alat ground.
- Menyiapkan bahan fisik.
2. Pemantauan fisiologis
- Mengkalkulasi kebutuhan cairan dan pengaruh akibat kekurangan cairan.
- Membandingkan data abnormal dari cardio pulmonal.
- Melaporkan perubahan.
3. Manajemen keperawatan
- Menyiapkan keselamatan fisik.
- Mempertahankan aseptis lingkungan.
- Mengelola SDM yang efektif.
Pada fase post operatif, pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 me-nit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
DEFiNISI FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
PATOFISIOLOGI FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
A. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
1.
2. TRAUMA
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
(a) TANDA DAN GEJALA FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan dagu bawah
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
(b) PEMERIKSAAN PENUNJANG FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
• X-Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
(c) PENATALAKSANAAN MEDIK FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
• Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
• Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)
(d) RENCANA KEPERAWATAN FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DX. KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
1.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasio-nal, ketidakakraban de-ngan lingkungan, anca-man kematian, peruba-han pada status kese-hatan, prosedur pra o-perasi & prosedur pas-ca operasi.
Resiko terjadinya syok berhubungan dengan perdarahan yang ba-nyak • Sediakan waktu kunjungan oleh personel kamar opera-si sebelum pembedahan ji-ka memungkinkan, untuk mendiskusikan hal-hal yang perlu diketahui klien sebe-lum pembedahan.
• Informasikan pada klien/ keluarga tentang peran ad-vokat perawat intraoperasi
• Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur pembedahan.
• Beritahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal dimana rasa pu-sing atau mengantuk mung-kin saja terjadi.
• Perkenalkan staf pada wak-tu pergantian ke ruang o-perasi.
• Kontrol stimuli eksternal.
KOLABORASI:
• Rujuk pada rohaniawan, spesialis klinis perawat psi-kiatri, konseling psikiatri jika diperlukan.
• Diskusikan penundaan pem-bedahan dengan dokter, a-nestesiologis, klien dan ke-luarga sesuai kebutuhan.
• Berikan obat sesuai petun-juk, seperti zat-zat seda-tif, hipnotis; tranquilizer IV.
INDENPENDEN:
• Observasi tanda-tanda vi-tal.
• Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya perdarahan
• Memberikan posisi supinasi
• Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
• Pemberian cairan per infus
• Pemberian obat koagulan- sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
• Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
• Dapat meredakan keresahan klien dan menyediakan infor-masi untuk perawat-an intraoperasi for-mulatif.
• Dapat mengembang-kan rasa percaya/ hubungan, menurun-kan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing.
• Rasa takut yang ber-lebihan/terus-mene-rus akan mengaki-batkan reaksi stress yang berlebihan.
• Dapat mengurangi ansietas /rasa takut.
• Menciptakan hu-bungan dan kenya-manan psikologis.
• Suara gaduh & keri-butan akan mening-katkan ansietas.
• Konseling profesio-nal mungkin dibutuh-kan klien untuk me-ngatasi rasa takut.
• Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak berkurang.
• Untuk meningkatkan tidur malam hari se-belum pembedahan; meningkatkan ke-mampuan koping.
• Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin.
• Untuk menentukan tindakan.
• Untuk mengurangi perdarahan dan mencegah kekurang-an darah ke otak.
• Untuk mencegah ke-kurangan cairan (mengganti cairan yang hilang)
• Pemberian cairan per infus.
• Membantu proses pembekuan darah dan untuk menghen-tikan perdarahan.
• Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
3. Gangguan rasa nyaman:
Nyeri sehubungan de-ngan perubahan frag-men tulang, luka pada jaringan lunak, pema-sangan back slab, stress, dan cemas. INDEPENDEN:
• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, in-tensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10).
• Mempertahankan immobi-lisasi (back slab).
• Berikan sokongan (sup-port) pada area yang luka.
• Menjelaskan seluruh pro-sedur di atas.
KOLABORASI:
• Pemberian obat-obatan a-nalgesik.
• Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• Mencegah pergeser-an tulang dan pene-kanan pada jaringan yang luka.
• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengura-ngi nyeri.
• Untuk mempersiap-kan mental serta a-gar pasien berparti-sipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
• Mengurangi rasa nyeri.
4. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka terbuka. INDEPENDEN:
• Kaji keadaan luka (konti-nuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, ka-lor, dolor, fungsi laesa.
• Anjurkan pasien untuk ti-dak memegang bagian yang luka.
• Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik.
• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
• Pemeriksaan darah : leu-kosit.
Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan TT (Tokso-id Tetanus).
• Persiapan untuk operasi sesuai indikasi.
• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
• Meminimalkan terja-dinya kontaminasi.
• Mencegah kontami-nasi dan kemungkin-an infeksi silang.
• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
• Leukosit yang me-ningkat artinya su-dah terjadi proses infeksi .
• Untuk mencegah kelanjutan terjadi-nya infeksi dan pen-cegahan tetanus.
• Mempercepat pro-ses penyembuhan luka dan dan pence-gahan peningkatan infeksi.
5. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kerusakan neuromusku-ler skeletal, nyeri, im-mobilisasi. INDEPENDEN:
• Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh e-dema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
• Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
• Membantu pasien dalam perawatan diri
• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan elimi-nasi dan menganjurkan a-gar b.a.b. teratur.
• Memberikan diit tinggi protein, vitamin, dan mi-neral.
KOLABORASI :
Konsul dengan bagian fisio-terapi.
• Pasien akan memba-tasi gerak karena salah persepsi (per-sepsi tidak propor-sional).
• Memberikan kesem-patan untuk menge-luarkan energi, me-musatkan perhatian, meningkatkan pera-saan, mengontrol di-ri pasien dan mem-bantu dalam mengu-rangi isolasi sosial.
• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk mening-katkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontrak-tur/atropi dan reap-sorbsi Ca yang tidak digunakan.
• Meningkatkan keku-atan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me-ngontrol situasi, me-ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh
• Bedrest, penggunaan analgetika dan peru-bahan diit dapat me-nyebabkan penurun-an peristaltik usus dan konstipasi.
• Mempercepat proses penyembuh-an, mencegah penu-runan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi pe-nurunan BB.
• Untuk menentukan program latihan.
6. Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengobatan berhu-bungan dengan kesa-lahan dalam penafsir-an, tidak familier de-ngan sumber in formasi INDEPENDEN:
• Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
• Memberikan dukungan ca-ra-cara mobilisasi dan am-bulasi sebagaimana yang di anjurkan oleh bagian fisio-terapi.
• Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang ha-rus dibantu.
• Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seper-ti tim rehabilitasi, perawat keluarga (home care).
• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menen-tukan pilihan..
• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe-nyembuhan disebab-kan oleh penggunaan alat bantu yang ku-rang tepat.
• Mengorganisasikan kegiatan yang diper-lukan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisiotera-pist, perawat atau ke luarga).
• Membantu memfasi-litasi perawatan mandiri, memberi support untuk man-diri.
• Penyembuhan frak-tur tulang kemung-kinan lama (kurang lebih 1 tahun) se-hingga perlu disiap-kan untuk perenca-naan perawatan lan-jutan dan pasien ko-operatif.
sekian sharing FRAKTUR OS.MANDIBULARIS mohon maaf bila masih banyak kekurangan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar